Langsung ke konten utama

Setelah sekian cover letter dan cv

Sejak selesai ujian skripsi (karya tulis yang menjadi syarat memperoleh gelar Sarjana) di Universitas Riau (Unri) - kami menyebutnya ujian kompre (komprehensif) - mata saya mulai terbuka mencari peluang untuk studi lanjut. Sebelum benar-benar mendaftar ke sebuah program Magister di Universitas, saya pernah mencoba meminta rekomendasi dengan mengirimi email beberapa Profesor dan Dosen di luar negeri, berkat usul (tanpa rekomendasi tertulis) dari seorang dosen saya di Unri. Sayang waktu itu saya belum terlalu mengerti prosedur dan tindakan yang harus saya lakukan. Apalagi minat dan kapasitas riset waktu itu masih minim dengan pengalaman dari studi Sarjana yang amat terbatas. Dosen yang memberikan usul juga terkesan sekadarnya saja, tanpa ada arah pasti untuk mengontak siapa dan kemana, praktis hanya semangat membara saja yang didapatkan dari perbincangan singkat waktu itu.

Nexus event

Sudah pasti, rekomendasi ataupun peluang itu tidak saya dapatkan, sehingga saya pun mendaftar dan menyelesaikan program Magister saya di IPB (Bogor, Jawa Barat). Singkat cerita, pada detik-detik saat saya akan menyelesaikan studi panjang Magister saya di IPB, saya sempat memperoleh kontak seorang peneliti senior di sebuah lembaga riset besar di Negara Belanda (The Netherlands). Saya ingat dengan jelas awal mula mengirim email kepada peneliti senior tersebut, karena saya sangat berminat mengetahui nama species Octocorallia (soft coral) yang saya jumpai di lokasi penelitian Tesis S2 saya di Kepulauan Krakatau. Mendapat balasan email yang responsif dan menarik, beliau merekomendasikan untuk menghubungi koleganya yang lain tapi masih di lembaga yang sama, yang memang pakar dalam taxa tersebut. Sayangnya, saya hanya memiliki foto in-situ di bawah air saja, tanpa ada koleksi contoh, apalagi hasil analisis mikroskopis, sehingga beliau tidak dapat memberikan nama spesies dari spesies yang saya duga adalah Xenia sp. tersebut.

Tanpa disangka-sangka, berkat komunikasi tersebut, somehow, seingat saya, saya memang sempat menyatakan berminat untuk studi lanjut (PhD) tentang riset terumbu karang. Saya duga waktu itu beliau (peneliti senior tersebut) mungkin tertarik untuk menjadi supervisor saya, sehingga saya diundang datang ke Belanda untuk mendiskusikan proyek PhD dan peluang yang mungkin bisa diusulkan. Lebih kurang satu bulan saya habiskan musim gugur Tahun 2014 di Belanda, melihat seluruh koleksi karang keras (Scleractinia) di lembaga riset tersebut, dan mencoba menyusun proposal PhD yang sesuai. Mungkin saya klasifikasikan preseden ini sebagai "kejadian yang hampir" atau "nexus event" dalam hidup saya. Karena saya dihadapkan pada dua pilihan, yaitu lulus tes CPNS atau mencoba mengejar riset dan studi lanjut di Belanda. Namun, kalian sudah tahu mana yang saya pilih. hehehe,

Selanjutnya tanpa terasa beberapa tahun kemudian, entah jodoh atau kebetulan, aneh tapi nyata, saat saya mengusulkan proposal riset S3 saya di Universitas Hasanuddin (Unhas), saya tanpa sengaja tergabung dalam tim riset dari lembaga riset Belanda tersebut yang kebetulan tengah berkolaborasi bersama Unhas. Sehingga, setelah delapan tahun, akhirnya saya kembali lagi ke Belanda, ke lembaga riset yang sama yang saya kunjungi dahulu, namun dengan tujuan dan undangan dari peneliti yang berbeda. Singkatnya, saya menyelesaikan Disertasi S3 saya di Unhas dengan salah satunya dibimbing oleh peneliti senior lain (berbeda dengan cerita sebelumnya) dengan kepakaran pada taxa Porifera dari lembaga riset Belanda tersebut.

Sekilas mengingat, sebelum saya mendaftar di program Doktor Unhas, saya pernah mencoba untuk mencari peluang S3 di luar negeri. Bahkan, pada Tahun 2018, saya pernah berkunjung ke Jepang dan menemui calon supervisor S3 yang berpotensi memberikan peluang kepada saya untuk mengejar ijazah S3 di Negeri Sakura tersebut. Saya juga sempat menghubungi peneliti senior di lembaga riset Belanda sebelumnya untuk menanyakan peluang mengambil S3 kembali di sana, namun sayang tidak dapat beliau berikan (kesempatan itu sudah hilang). Beberapa peluang lain juga sempat saya coba, namun sepertinya saya masih kurang gigih, sehingga karena mengingat umur dan probelma saat itu, saya akhirnya mendaftar program Doktor di Unhas saja.

Begitulah cerita singkat saya, jika ada (mungkin) yang bertanya kenapa saya kuliah sampai S3 semuanya di Indonesia. Pernyataan ini juga bukan berarti saya meremehkan kualitas pendidikan di dalam negeri. Namun dari banyak cerita dan informasi, apalagi hasil interaksi dengan beberapa mahasiswa dan peneliti dari seberang lautan, termasuk juga diaspora Indonesia, mengejar pascasarjana di luar negeri akan memberikan pengalaman di dalam dan luar akademik yang lebih banyak dan menarik jika dibandingkan dengan kuliah di dalam negeri. Apalagi dengan budaya masyarakat Indonesia yang hampir pasti menganggap pendidikan di luar negeri lebih baik dan lebih keren. Memiliki ijazah luar negeri validasi pengakuan bukan hanya dari DIKTI namun juga dari kerabat dan kolega, begitulah kira-kira.


Ilustrasi Funding, Project, Grants Documents

Research Grant

Tidak berhenti disitu, selesai S3 saya masih merasa ada (sedikit) peluang bagi saya untuk mencoba berkarir di luar negeri. Mungkin saya merasa pede dengan koneksi saya dari salah satu ko-promotor dari Belanda tadi, sehingga saya memberanikan diri untuk mendaftar berbagai peluang yang menurut saya mungkin bisa menerima saya (kebanyakan posisi postdoc). Entah berapa banyak cover letter dan cv yang sudah saya kirimkan baik melalui email maupun formulir online. Namun jawaban yang sama selalu didapatkan. Biasanya kalimat awal yang selalu mereka tulis adalah Thank you for your interest bla bla bla ... hingga berakhir pada kalimat penting yang menyampaikan We believe you will get more opportunities in another place. Yah, itulah jawaban manis untuk menolak (rejected) aplikasi (berkas) yang saya kirimkan. Penolakan ini bahkan lebih perih dari penolakan artikel yang saya kirimkan ke Jurnal bereputasi (Scopus).

Namun, ada beberapa yang sempat memberikan harapan. Seperti, jawaban email yang menyatakan kamu bisa mencoba lagi tahun berikutnya, karena topik tahun ini belum cocok dengan cv kamu. Bahkan, ada yang sempat mengundang saya interview dan meminta presentasi proposal proyek yang ingin saya usulkan. Hingga akhirnya, saya mendapatkan hibah riset (yang bagi saya besar) -mungkin kategori mini grant ya?- pada pertengahan Tahun 2025. Saya akan menulis proses dan pengalaman saya menyelesaikan proyek ini nanti di blog berikutnya. Saya berharap langkah ini benar dan dapat memberikan peluang bagi saya di masa depan. Amiiiin... 

Komentar